Mengapa donor darah gratis tetapi penerimanya harus bayar?

Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang paling sering muncul jika kita sedang berdiskusi mengenai pentingnya donor darah. Jika kita melihat dengan logika sederhana, memang seolah tampak seperti komersialisasi darah. Tetapi jika kita paham proses yang sesungguhnya mengenal alur dari mulai pendonor hingga darah siap ditransfusikan, maka akan terjawab pertanyaan tersebut di atas.
Berikut ini penjelasan lengkapnya mengenai proses pengelolaan darah hingga muncul 'Service Cost'.


PENGELOLAAN DARAH :
Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain :

* Rekruitmen donor.
* Pengambilan darah donor.
* Pemeriksaan uji saring.
* Pemisahan darah menjadi komponen darah.
* Pemeriksaan golongan darah.
* Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
* Penyimpanan darah di suhu tertentu.
* Dan lain-lain.
Untuk melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil antara lain :
* Kantong darah.
* Peralatan untuk mengambil darah.
* Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan pasien.
* Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
* Peralatan untuk pemeriksaan proses tersebut.
* Pasokan daya listrik untuk proses tersebut.
* Personil PMI yang melaksanakan tugas tersebut.

* Peranan ketersediaan prasarana di atas sangat menentukan berjalannya proses pengolahan darah. Untuk itu pengadaan dana menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan prasarana tersebut, PMI menetapkan perlunya biaya pengolahan darah (Service Cost).

Besarnya jumlah Service Cost yang ditetapkan standar oleh PMI adalah sebesar Rp 128.500,- Namun demikian dalam prakteknya di beberapa rumah sakit, terutama swasta, jumlahnya bisa disesuaikan dengan keadaan RS-nya. oleh karena adanya kebijakan “subsidi silang”. Bagi yang tak mampu,

pembebasan service cost juga dapat dikenakan sejauh memenuhi prosedur administrasi yang berlaku.
“Service cost” tetap harus dibayar walaupun pemohon darah membawa sendiri donor darahnya. Mengapa demikian? Karena bagaimanapun darah tersebut untuk dapat sampai kepada orang sakit yang membutuhkan darah tetap memerlukan prosedur seperti tersebut diatas.

Demikian pula Service Cost tetap ditarik walaupun PMI telah menerima sumbangan dari masyarakat karena hasil sumbangan masyarakat tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional Unit Tranfusi Darah PMI.

Dr. Farid selaku selaku Ketua Pengurus Pusat PMI Bidang Kesehatan, Bantuan Sosial, Donor Darah dan Rumah Sakit PMI menegaskan, “Semua darah dari PMI itu gratis gak harus bayar! Tapi, memang ada biaya yang harus di keluarkan, tapi untuk BPD atau biaya pemrosesan dari darah itu sendiri karena tak bisa langsung disalurkan dari pendonor ke penerima bukan buat bayar darahnya,” Proses pengambilan darah dari pendonor memang tidak bisa langsung diberikan kepada penerima, ada tahapan yang harus dilakukan selama enam jam sebelum darah bisa diberikan kepada penerima harus melalui tahap uji kelayakan bebas dari penyakit seperti HIV, Malaria, dan Hepatitis. Juga dilihat kualitas darah yang bisa diberikan kepada penerima. Harga kantong darah yang masih impor pun menjadi salah satu faktor kenapa harga sekantong darah begitu mahal.

Yang harus diluruskan disini adalah, setiap biaya yang dikeluarkan ketika membutuhkan darah adalah untuk biaya BPD bukannya harga si darah itu sendiri. Di Indonesia sendiri membutuhkan kantong darah sekitar lima juta pertahunnya dari dua persen jumlah penduduk setiap daerah. Sementara di DKI Jakarta menurut Ketua PMI DKI Jakarta Rini Sutiyoso, Ibu Kota membutuhkan 800 sampai 1.000 kantong darah per harinya.

Semoga penjelasan ini bisa memberikan informasi mengapa donor darah gratis tapi penerimanya harus bayar yang selama ini masih cukup membuat bingung masyarakat.

CMIIW, Sikapi dengan bijak. Salam internet sehat!

Komentar